Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seorang auditor eksternal. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni:
(1) Standar umum, (2) Standar Pekerjaan Lapangan, dan (3) Standar pelaporan.
Dimana standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. Dalam melaksanakan tugas auditnya, auditor bertujuan untuk memperoleh bukti yang obyektif sehingga auditor tersebut dapat menyatakan pendapatnya dalam suatu laporan audit (Audit Report)yang berisi tentang kewajaran suatu laporan keuangan yang diaudit oleh auditor.
Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan dan perlu diaudit oleh auditor eksternal yang merupakan pihak ketiga yang independen, antara lain karena:
(1) Laporan keuangan ada kemungkinan mengandung salah saji baik yang disengaja ataupun tidak,
(2) Laporan keuangan yang sudah diaudit dan mendapat opini unqualified (Wajar Tanpa Pengecualian) diharapkan oleh pemakai laporan keuangan dapat memberi keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut dapat terhindar dari salah saji yang material. Artinya, walaupun di dalam laporan keuangan tersebut terdapat salah saji (tetapi tidak terlalu berpengaruh) maka salah saji tersebut dianggap wajar sehingga dapat disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang dapat diterima oleh umum (Arrens dan Loebbecke, 1996).
Hasil audit yang telah dilakukan oleh auditor dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2008).
(1) Standar umum, (2) Standar Pekerjaan Lapangan, dan (3) Standar pelaporan.
Dimana standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. Dalam melaksanakan tugas auditnya, auditor bertujuan untuk memperoleh bukti yang obyektif sehingga auditor tersebut dapat menyatakan pendapatnya dalam suatu laporan audit (Audit Report)yang berisi tentang kewajaran suatu laporan keuangan yang diaudit oleh auditor.
Laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan dan perlu diaudit oleh auditor eksternal yang merupakan pihak ketiga yang independen, antara lain karena:
(1) Laporan keuangan ada kemungkinan mengandung salah saji baik yang disengaja ataupun tidak,
(2) Laporan keuangan yang sudah diaudit dan mendapat opini unqualified (Wajar Tanpa Pengecualian) diharapkan oleh pemakai laporan keuangan dapat memberi keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut dapat terhindar dari salah saji yang material. Artinya, walaupun di dalam laporan keuangan tersebut terdapat salah saji (tetapi tidak terlalu berpengaruh) maka salah saji tersebut dianggap wajar sehingga dapat disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang dapat diterima oleh umum (Arrens dan Loebbecke, 1996).
Hasil audit yang telah dilakukan oleh auditor dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2008).
CONTOH : PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memberikan surat peringatan tertulis I kepada PT Hanson International Tbk (MYRX). Pasalnya, perseroan salah menyajikan laporan keuangan per 30 Juni 2010.
"Perseroan dapat menerima peringatan tertulis I yang diberikan oleh BEI, karena kelalaian perseroan atas penyajian informasi yang berpotensi menyesatkan pada laporan keuangan per 30 Juni 2010," jelas Direktur Hanson International Rony Agung Suseno dalam keterangan tertulisnya kepada BEI di Jakarta, Selasa (12/10).
Hanson berkomitmen akan meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan non-auditan agar setara dengan auditan. Perseroan juga siap menyesuaikan tata cara penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dengan Peraturan Bapepam No VHI.G.7.
Hanson telah merevisi beberapa kesalahan dalam laporan keuangan per 30 Juni 2010, salah satunya di pos neraca. Perseroan akhirnya menghapus investasi anak perusahaan sebesar Rp 10.454.470, karena telah tereliminasi.
Selain itu, perseroan membuat revisi tambahan goodwillRp 754.470.000, karena semula belum diperhitungkan. Dengandemikian, total aktiva yang semula Rp 109.786.528.309 direvisi menjadi Rp 99.786.528.309.
Hanson juga merevisi jumlah saham seri A menjadi 350.350.000.000 dari sebelumnya 360.350.000.000. Adapun total pasiva yang semula Rp 109.786.528.309 direvisi menjadi Rp 99.786.528.309.
Sementara itu, pada perdagangan kemarin, saham Hanson berkode MYRX ditutup melemah Rp 5 (3%) ke posisi Rp 160. Volume perdagangan MYRX sebanyak 18,3 juta saham dengan frekuensi 241 kali. Nilai transaksinya mencapai Rp 3 miliar.
Sebelumnya, Hanson International mengumumkan bahwa perseroan mengadakan kesepahaman dengan Jinchuan Mining Group dari Tiongkok. Kesepahaman itu terkait pengembangan potensi pertambangan di Indonesia.
Jinchuan telah menunjuk Hanson untuk mencari potensi sumber daya pertambangan seperti nikel dan tembaga di Indonesia. Saat ini, kedua pihak telah melakukan studi intensif khususnya di bidang pertambangan nikeL Kedua perusahaan telah mengirim tim untuk menjajaki kelayakan penambangan dan pengolahan nikel di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Qau).
Sumber : http://bataviase.co.id/node/416714
Tidak ada komentar:
Posting Komentar